Menguraikan secara singkat dan sederhana perihal suku Bugisdalam empat kerajaan tersebut
Suku Bugis di Kerajaan Bone
Kerajaan Bone adalah cerminan utama kerajaan dari suku Bugis yang memiliki kisah yang panjang dan terkenal di Sulawesi Selatan.
Pendirian Kearajaan Bone dimulai pada saat kekacauan yang terjadi selama
tujuh generasi mencapai puncak. Seorang yang tidak muncul dari dunia
(tu Manurung) muncuk ditengah-tengah konflik komunitas Suku Bugis Bone
yang dikenal sebagai To Manurungnge ri Matajang.
Ketujuh Pemimpin (Raja Kecil) kemudian sepakat untuk mengangkat Manurungnge ri Mattajang sebagai pemimpin mereka dengan gelar Arumpone sedangkan ke tujuh raja tersebut menjadi dewan Legislasi yang dikenal dengan nama Ade’ Pitue.
To Manurungnge ri Matajang kemudian dikenal dengan nama Mata Silompoe sedangkan ade’ Pitua terdiri dari; matoa ta, matoa tibojong, matoa tanete riattang, matoa tanete riawang, matoa macege, matoa ponceng. Penyebutan Matoa kemudian diganti dengan nama Arung.
Sepeninggalan Meurungnge ri Matajang, Kerajaan Bone kemudian dipimpin langsung oleh keturunannya, yakni Putra Mahkota La Ummasa Petta Panre Bessie. Disusul oleh Kemanan La Ummasa yakni anak dari adik perempuannya yang menikah dengan Raja Palakka, yaiyi Saliyu Kerrempelue.
Raja Ketiga ini dikenal cukup hebat dan melakukan ekspansi kekuasaan ke
seluruh penjuru di wilayah bagian utara, barat dan selatan Bone,
sedangkan wilayah timur berbatasan dengan Lautan.
Suku Bugis di Kerajaan Soppeng
Seperti yang telah tertulis dalam kisah I la Galigo. Kekacauan yang terjadi di Tompo Tikka, akhirnya membuat perpecahan di komunitas Luwu.
Beberapa kelompok kemudian berpindah. Di Soppeng sendiri dikenal dua
orang to Manurung, yakni Manurungnge ri Goaire, seorang wanita yang
menjadi pemimpin Soppeng Ri Aja dna yang keuda adalah To Manurungnge ri Sekkanyili yang dikenal dengan nama La Temmamala yang kemudian memimpin Soppeng ri Lau.
Persatuan dua kerajaan Ri Aja dan Ri Lau ini kemudian membentuk kerajaan Soppeng untuk pertama kalinya.
Suku Bugis di Kerajaan Wajo.
Arus imigrasi setelah terjadi kerusuhan di Bumi Tompo Tikka kemudian mebuat sebagaian kecil kelompok bergerak menujuh Dana Lampulungeng.
Kelompok ini dipimpin oleh seorang sakti mandraguna yang dikenal dengan nama Puangnge ri Lampulung.Ketika
beliau meninggal, ia digantikan oleh orang yang sama-sama menguasai
ilmu supranatural yang membawa kelompok ini berpindah ke Boli.
Lapaukke yang merupakan pangeran dari kerajaan Pamanna kemudian datang
ke komunitas ini dan membentuk kerajaan Cinnotabbu paling tidak selama
Lima generasi.
Setelah kerajaan ini Bubar, maka berdirilah kerajaan Wajo dari orang-orang yang sama.
Sejarah dari kerajaan Pra Wajo dipimpin oleh (1) La Paukke Arung
Cinnotabi I; (2) We Panangngareng Arung Cinnotabi II; (3) We Tenrisui
Arung Cinnotabi III; (4) La Patiroi Arung Cinnotabi IV; (5) dwi tunggal
yakni Arung Cinnotabi V yakni La Tenribali dan La Tenritippe.
Krisis berat kemudian melanda kerajaan yang dipimpin oleh dua raja. Rakyat kemudian menemukan titik terang dengan memilih La Tenribali sebagai raja dan menyarkaan diri sebagai kerajaan Wajo dan memberikan gelar kepada La Tenribali, Batara Wajo.
Suku Bugis di Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo)
Dalam beberapa Sejarah disebutkan bahwa salah satu kelompok Migrasi
besar yang melarikan dari Tompo Tikka ketika krisis dan perang saudara
terjadi berkepanjangan kemudian bergerak ke bagian Selatan.
Kemunitas ini kemudian membentuk Sembilan kelompk yang yakng dikenal
sebagai Salapang Kasuwiyang yang kelak menyatu dan menyatakan diri
berdiri sebagai kerajaan Gowa dengan raja pertama Tu Manurung Baine.
Pada perkembangannya, kerajaan kemudian bersatu dengan kerajaan Tallo
dan menjadi kerajaan Kembar yang sangat terkenal di Nusantara.
Meskipun corak kerajaan ini adalah corak kerajaan Makassar yang terdiri
dari 4 lingkup besar yakni Lakiung, Turatea, Konjo dan Selayara, namun
berada pada satu daratan yang sama dengan suku Bugis dan kehausan akan
kekuasan membuat perang saudara anatara dua suku Bugis yang diwakili
Bone, dan Makassar yang diwakili oleh Gowa-Tallo pecah, pada akhir abad 16.
Sehingga perkembangan suku bugis juga dipengaruhi oleh Kerajaan-kerajaan
di Makassar. Kebesaran nama Makassar seperti yang kita saksikan sampai
sekarang.
No comments:
Post a Comment